Hari ini hari
kematian nenekku. Ibu dari bapakku. Berita itu datang saat aku sedang
mendengarkan musik dari laptop. Tiba-tiba handphoneku berdering. Ternyata
bapakku menelepon. Beliau sedang ada di Yogyakarta menjenguk ibunya yang sedang
sakit. Aku pun langsung menjawab panggilan itu.
“Halo, pak...”
kataku.
“Anip, lagi
dimana?” kata bapakku dengan pelan.
“Lagi dirumah...”
“Ada ibu nggak?”
“Ada, lagi di
dapur? Kenapa?”
“Si mbah baru
meninggal barusan...” kata bapakku yang terdengar lemas.
Aku pun terdiam sejenak.
“Ooow... Terus
bapak pulangnya masih lama, ya?”
Tanpa menjawab
pertanyaanku, bapakku pun langsung menutup telepon. Bodohnya aku! Yang
bisa-bisa berkata seperti itu saat bapakku sedang sedih disana. Entah aku harus
bagaimana. Disatu sisi, aku sedih karena nenekku meninggal. Tapi disatu sisi,
aku merasa bahagia karena akhirnya nenekku bisa tenang juga. Sudah setengah
tahun lebih, nenekku melawan penyakit tuanya itu.
Sekitar enam
atau tujuh bulan yang lalu, aku menjenguk nenekku bersama bude’, kakaknya
bapakku. Saat itu kondisi nenekku masih mendingan. Nenek masih bisa makan
sendiri, masih bisa ngenalin orang yang dia ajak ngobrol, walaupun dia hanya
bisa melakukan segala hal di tempat tidurnya. Sekitar tiga bulan yang lalu, aku
pergi ke Yogyakarta lagi bersama ibuku. Sebenarnya ingin langsung ke Klaten,
tempat ibuku tinggal dulu. Tapi mengetahui kondisi mertuanya yang sedang sakit,
ibu mengajakku untuk menengok si mbah.
Sungguh aku
shock! Kondisi nenekku turun drastis. Beliau sudah tidak bisa apa-apa lagi.
Beliau hanya bisa makan bubur. Itupun harus disuapi oleh Le’ Rum, adiknya
bapakku. Tubuh nenekku sangat kurus seperti tinggal tulang dan kulit tubuhnya
dibaluri dengan salep karena kulitnya suka kayak seperti melepuh.
Beliau juga sudah sulit mengenali orang yang ada di
sekitarnya. Kalau beliau ingat pun itu hanya sebentar. Beliau pun hanya ingat
dengan anak-anaknya saja. Miris banget melihat nenekku seperti itu. Ingin
rasanya aku menangis saat itu, tapi aku tahan karena aku tidak mau menangis di
depan beliau. Mungkin nenekku sendiri sudah sangat menderita dengan penyakit
yang sudah dideritanya.
Ibuku pun
mencoba mengajak ngobrol nenekku. Sedikit-sedikit nenekku mengerti apa yang
ibuku bicarakan. Saat ibuku bilang, “Mbah, mau ngobrol sama Nowo (nama bapakku,
Marnawa)?”. Nenekku langsung menganggukkan kepalanya. Kelihatannya beliau
senang. Ibuku langsung mencoba menghubungi bapakku lewat handphone. Bapakku pun
menjawab telepon itu. Nenekku tidak bisa berkata apapun saat salah satu anak
laki-lakinya itu memanggilnya. Karena nenekku tidak berkata apapun, akhirnya
bapakku menutup teleponnya. Kulihat ada guratan kangen di wajah nenekku yang
merindukan anak-anaknya yang sudah lama tidak pulang ke Yogyakarta.
Akhirnya Jumat
kemarin, ketiga anaknya nenekku yaitu bapakku, Bude’ Robi dan Pakde’ Sahikan
yang pada tinggal di daerah ibu kota, pada pulang semua ke Yogyakarta untuk
menjenguk nenekku yang sakitnya sudah makin parah. Mungkin (menurutku) waktu
tiga hari itu sudah cukup bagi nenekku untuk bisa berkumpul bersama dengan
anak-anaknya lagi karena di hari ini, tanggal 27 Maret 2012, nenekku
menghembuskan nafas terakhirnya sebelum adzan maghrib berkumandang.
Selamat jalan,
nenekku. Semoga diterima disisi-Nya dan di tempatkan di tempat yang mulia
disana. Amin.....
Nb : dan di hari ini juga adalah hari ulang tahun
Ibuku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar