Title : Love Is Never Flat 2 (Love Temporary)
Author : LuvDubu | LnY @hnfdn2223
Genre : Family Life & Sweetly Love
Lenght : 2 of 3
Rating : Teenager
Main cast :
> Choi Sang Ah
> Choi MinHo
Support cast :
> Park MinHwa
Let’s reading > > >
Author PoV
Sang Ah melajukan mobilnya mengikuti jalanan yang ia lewati. Sang Ah sangat
senang hari ini karena untuk pertama kalinya bisa berjalan-jalan dengan mobil
barunya. Mobil AUDI A6 ini adalah hadiah ulangtahun ke-19 dari kedua
orangtuanya sebulan yang lalu. Saking senangnya, Sang Ah tidak menyadari bahwa
dirinya sudah berada di luar kota Seoul. Perlahan mobilnya mulai memasuki
daerah yang sepi dan jauh dari keramaian. Tiba-tiba mobil Sang Ah berjalan
tersendat-sendat. Sang Ah pun langsung memarkirkan mobilnya ke bahu jalan dan
memeriksa keadaan mobilnya. Karena tidak mengerti tentang mobil, akhirnya Sang
Ah keluar dari mobilnya dan mencoba menelepon seseorang. Tapi ternyata
handphonenya tidak ada sinyal.
“Aish... Eotteoke?” kata Sang Ah sambil menatap layar handphonenya.
Sang Ah pun hanya bisa berdiri bersandar di depan mobilnya sambil melihat
sekeliling. Di kanan dan kiri jalan, terhamparan padi yang mulai menguning.
Begitu luas sampai ke ujung penglihatannya.
“Di daerah mana ini? Aku baru tahu kalau ada persawahan seperti ini...”
kata Sang Ah terpaku menatap pemandangan yang ada di depan matanya. “Aniyo...
Aniyo... Bukan saatnya aku hanya terpesona dengan ini... Aku harus mencari cara
agar mobilku bisa berjalan lagi dan aku bisa kembali ke Seoul.... Tapi... Argh...”
kata Sang Ah sambil memegang kepalanya.
“Waeyo?”
Mendengar ada bertanya, Sang Ah langsung melihat si pemilik suara itu.
“Waeyo?”
Ternyata yang menegurnya adalah seorang ahjumma berdiri sambil memegang
sepedanya dengan banyak sayuran di keranjang sepeda tersebut.
“Mmm... Mianhaeyo, ahjumma... Sepertinya aku menyasar dan mobilku tidak
bisa berjalan...” kata Sang Ah dengan sopan.
“Ouwh... Mungkin mobilmu kehabisan bensin...”
“Sepertinya begitu... Apa ahjumma tahu, dimana pom bensin terdekat dari
sini?” tanya Sang Ah. Ahjumma terdiam sebentar.
“Di daerah ini tidak ada pom bensin. Di desa sebelah ada pom bensin.
Jaraknya sekitar 30 km dari sini. Itupun kalau stoknya masih ada. Terus
biasanya dua minggu sekali adanya kalau sang pemilik tempat mau pergi ke kota.
Kalau lagi tidak beruntung, adanya sebulan sekali... Dan kebetulan baru kemarin
stoknya habis...” kata ahjumma itu menjelaskan. Mendengar perkataan si ahjumma,
Sang Ah langsung lemas. Sebegitu parahnyakah desa ini? Sampai-sampai harus
mencari bensin ke kota... Nggak mungkin juga dia harus menunggu sampai segitu
lamanya...
“Lalu aku harus bagaimana, ahjumma? Apa aku harus menunggu sampai dua
minggu disini?” tanya Sang Ah gelisah.
“Kamu bisa kerumahku. Lumayan dekat dari sini...” kata ahjumma itu dengan
ramah.
“Mobilku?”
“Ahjumma punya sedikit persediaan bensin dirumah. Mungkin cukup untuk
membawa mobilmu ke rumah ahjumma...”
Akhirnya Sang Ah mengiyakan perkataan ahjumma itu.
“Naik saja. Aku akan memboncengimu...”
“Aniyo, ahjumma. Aku saja yang memboncengi ahjumma...”
“Baiklah kalau seperti itu...”
Sang Ah menggowes sepeda sambil memboncengi si ahjumma. Mereka pun saling
berkenalan. Ternyata nama ahjumma itu adalah Park MinHwa. Setelah sekitar 20
menit, Sang Ah sampai didepan rumah MinHwa. Rumah MinHwa terbilang rumah yang
sederhana dan tradisional. Seperti di daerah Hanok Village. Sang Ah terlihat
kelelahan karena dia jarang berolahraga. Sang Ah pun duduk bersandar di salah
satu tiang penyangga. Melihat hal itu MinHwa ahjumma langsung pergi kedapur dan
membawakan Sang Ah segelas air.
“Minumlah... Aku tahu kamu lelah...”
“Kamsahamnida, ahjumma...” kata Sang Ah sambil memegang gelas itu dan
meminum airnya sampai habis. “Oh ya, ahjumma... Apa ahjumma punya telepon?”
tanya Sang Ah sambil meletakkan gelas yang sudah kosong disampingnya.
“Di daerah ini jarang ada listrik... Jadi saya tidak punya telepon...” kata
ahjumma sambil membawa gelas ke dalam rumah.
“Di Korea yang maju pesat ini, ternyata masih ada daerah yang (mungkin) tidak
diperhatikan seperti ini... Pantas saja nggak ada sinyal...” gumam Sang Ah.
“Karena masih dua minggu lagi, kau bisa menginap disini...”
“Jeongmal kamsahamnida, ahjumma... Tapi apakah keluarga ahjumma tidak
keberatan kalau aku menginap disini?”
“Aku hanya tinggal berdua dengan anakku... Suamiku bekerja di Seoul...
Hanya pulang empat bulan sekali...” kata MinHwa sambil duduk disamping Sang Ah.
Author PoV eNd
Sang Ah PoV
“MinHwa ahjumma ternyata hanya tinggal berdua... Ahjumma ini hebat! Hanya
bisa bertemu dengan suaminya empat bulan sekali. Kalau aku mungkin belum tentu
bisa seperti itu. Mungkin karena setiap hari aku selalu bertemu dengan JinKi,
namjachingu~ku... Oh ya, pasti sekarang JinKi oppa khawatir... Oppa, bogosipeoyo...
:3 ” kataku sambil memandang langit malam. Begitu indah, ah tidak, sangat indah
sekali langit malam ini. Mungkin karena daerah ini belum banyak polusi.
Hoamm... Aku mengantuk! Saatnya tidur...
Kubuka mataku perlahan, membiasakan mataku untuk menerima cahaya matahari
pagi ini. Ku hirup udara pagi yang sejuk ini. Ah, menyegarkan! Aku langsung
pergi kekamar mandi untuk mandi. Setelah mandi, aku melihat seorang namja
berdiri membelakangiku. Namja itu tinggi, rambutnya sedikit acak-acakan namun
keren. Nuguya?
“Ahjumma, geu saram nuguseyo?” tanyaku saat MinHwa ahjumma sedang
menyiapkan sarapan.
“Itu anakku...” kata MinHwa ahjumma santai.
“Mwo? Kerennya... Ah tidak...! Aku sudah punya JinKi oppa... Sadar Sang
Ah...” kataku dalam hati sambil menepuk-nepuk pipiku.
“Waeyo, Sang Ah?” tanya MinHwa ahjumma heran.
“Aniyo, ahjumma... Gwaencana...” kataku sambil tersenyum.
Siang harinya, MinHwa ahjumma menyuruh MinHo untuk menemaniku mengambil
mobilku yang masih ku tinggal di pinggir jalan kemarin. MinHo pun memboncengiku
dibelakang dengan sepedanya. Sepanjang jalan, aku hanya terdiam sambil memegang
sebotol bensin dan hanya menatap sekeliling. Tak ada sepatah kata yang keluar
dari namja ini. Setelah sampai disamping mobilku, aku langsung turun dan
menuangkan sedikit bensin yang kubawa ke tangkinya. Aku mulai menstarter mobilku.
Ya, bisa menyala(?). Kulihat MinHo akan mengayuh kembali sepedanya kearah
rumahnya.
“MinHo~ssi... Kenapa kau jalan duluan? Kenapa nggak bareng denganku?
Sepedamu bisa ditaruh dibelakang...” kataku sambil melongokkan kepalaku keluar
jendela mobil.
“Tidak usah...” kata MinHo tanpa menolehkan kepalanya ke arahku.
“Tapi aku belum hapal jalan kerumahmu. Kalau aku menyasar, eottae?”
“Kau ikuti saja aku dari belakang...” katanya sambil mengayuh sepedanya.
Aku pun mengikutinya dari belakang.
Hampir seminggu, aku di rumah MinHwa ahjumma. Apa kabarnya eomma sama appa
ya? Apa kabarnya JinKi oppa dan JiHye?
“Nan neomu bogosipeoyo...” kataku pelan sambil menghela nafas panjang.
Siang ini, aku hanya sendirian di rumah. Barusan MinHwa ahjumma pergi
dengan ahjumma sebelah rumah. Katanya ahjumma akan pulang agak malam. Trus si MinHo
udah pergi dari pagi tadi. Aku bingung mau melakukan apa. Ah, mungkin aku bisa
membersihkan rumah MinHwa ahjumma. Selama ini kan aku hanya berdiam diri saja.
Aku pun mulai membersihkan ruangan demi ruangan rumah MinHwa ahjumma. Mungkin
karena memang rumahnya sudah bersih, jadi aku hanya membersihkan apa yang
menurutku masih kurang bersih.
Tes... tes... tes...
Terdengar bunyi rintik hujan mulai membasahi bumi. Aku ingat kalau banyak
pakaian yang dijemur di halaman rumah. Aku langsung mengangkat semua pakaian
itu dan menaruhnya diatas kursi di ruang tamu. Aku juga mengangkat beberapa
bahan pangan yan dijemur dan menaruhnya
di teras rumah yang tidak akan kena air hujan. Setelah itu, aku pergi ke dapur
untuk mengambil air minum.
Jjjgerrr!!!
“Aaaaa.....!!!”
Aku berteriak nyaring sambil duduk jongkok di dapur dengan menutup kedua
telingaku saat suara petir besar terdengar. Aku hanya terdiam terpaku tanpa
bergerak sedikitpun. Aku tidak bisa melihat lebih jauh karena gelap. Jujur, aku
takut dengan suara petir dan ruangan yang gelap. Biasanya kalau seperti ini eomma-ku
ataupun JinKi oppa akan langsung mendekapku untuk meredakan rasa takutku ini.
Tapi sekarang, eotteoke??? Tolong aku... T.T
Sang Ah PoV eNd
MinHo PoV
“Aish, hujan kali ini besar juga. Hampir saja aku basah kuyup...” kataku
mulai memasuki rumah.
Aaaaa.....!!!
Aku langsung terkejut mendengar teriakan itu. Sepertinya dari arah dapur.
Aku langsung mengambil lampu minyak dan berjalan menuju dapur. Aku melihat
seseorang duduk di lantai dapur sambil menutupi telinga. Pasti itu Sang Ah!
“Neoneun waeyo?” kataku sambil menghampiri yeoja itu.
Tanpa menjawab pertanyaanku, yeoja ini langsung memelukku dengan erat.
Tubuhnya gemetaran, sepertinya dia sedang ketakutan. Ingin aku melepas
pelukannya ini, tapi entah kenapa aku merasa nyaman saat dekat dengan yeoja
ini.
“Sudahlah... Uljimayo!” kataku sambil mengelus rambut yeoja ini. Begitu
lembut!
“A...a..ku.. ta.. kut...” kata Sang Ah terbata-bata.
“Tenang saja! Ada aku yang menemanimu disini...” kataku pelan. Oops!! Bagaimana
aku bisa mengatakan hal seperti itu?
“Sang Ah~ssi, sepertinya hujannya sudah agak reda...” kataku sambil melihat
kearah luar.
Sang Ah tidak menjawab pertanyaanku! Saat kulihat, ternyata dia tertidur.
Aigoo, sepertinya sangat lelap. Aku pun langsung membopong tubuhnya ke kamarku
yang sekarang jadi kamar sementaranya. Kuletakkan tubuhnya di atas kasur dan
kuletakkan selimut di atas tubuhnya. Aku duduk disampingnya. Ku pandangi wajahnya
dari dekat. Ku pandangi lekuk matanya, hidungnya dan bibirnya. Yeoja yang
manis! Hoaamm... Aku mulai mengantuk. Ku rebahkan kepalaku diatas telapak
tangan kiri Sang Ah dan tidur!
Perlahan kubuka mataku. Ku lihat sekeliling. Ternyata aku ada di kamarku.
Aku pun mencoba mengingat apa yang terjadi. Aku berjalan keluar dari kamar dan
mencari Sang Ah. Ternyata yeoja itu sedang duduk diteras rumah. Aku langsung
duduk di sebelahnya. Menyadari keberadaanku, Sang Ah tersenyum padaku.
“Kamsahamnida...” katanya dengan tulus.
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Sepertinya yeoja ini sudah baik-baik
saja. Cukup lama kami berdua duduk terdiam sambil menikmati cahaya matahari
sore yang terbenam.
“MinHo~ssi, orang-orang itu mau kemana? Kok sepertinya menarik ya?” kata
Sang Ah sambil menunjuk orang-orang yang lewat di depan rumahku.
“Mereka ingin datang ke festival yang ada di tengah desa...” kataku sambil
membalas lambaian tangan orang-orang yang lewat itu.
“Festival apa?” tanya Sang Ah.
“Aku nggak tahu nama persisnya apa. Ada yang bilang festival tani untuk
merayakan hari panen, ada yang bilang festival seni karena banyak hasil karya
seni yang dijual. Festival ini hanya ada sekali setahun...” kataku menjelaskan.
Sang Ah hanya membulatkan bibirnya tanda mengerti.
“Aku ingin melihat festival itu...” kata Sang Ah pelan.
“A-Yo, aku juga ingin datang ke festival itu. Soalnya tahun kemarin aku
nggak sempat datang karena sakit...”
Setelah menempelkan pesan untuk eomma-ku di depan pintu, aku dan Sang Ah
pergi ke Festival dengan naik sepedaku. Ternyata festival tahun ini sangat
meriah daripada tahun-tahun kemarin. Kami pun berjalan-jalan menghampiri satu
penjual ke penjual lainnya. Tidak semuanya kami beli, hanya barang-barang atau
makanan yang kami suka saja. Tidak terasa sudah tiga jam kami berada disini.
Kami pun memutuskan untuk pulang.
Sesampainya didepan rumah, aku melihat eomma-ku sedang duduk diteras rumah
sambil memilah bahan pangan. Aku langsung menghampiri eomma-ku.
“Eomma, aku pulang!” kataku sambil duduk disamping eomma-ku.
“Wah,, kamu sama Sang Ah sudah pulang dari festival. Bagaimana festivalnya?
Tambah seru nggak?” tanya eomma-ku sambil menatap kami berdua.
“Sangat menyenangkan! Banyak hal-hal yang menarik...” kata Sang Ah dengan
semangat.
“Baguslah kalau seperti itu. Oh ya kalian cepat tidur! Ini sudah larut
malam...” perintah eomma.
“Ne...” kata kami berdua dan masuk kedalam rumah.
MinHo PoV eNd
Author PoV
Sejak hari itu, Sang Ah dan MinHo menjadi akrab. Setiap sore, mereka
berjalan-jalan mengelilingi desa dengan naik sepeda. MinHo memboncengi Sang Ah
dengan senang hati. Sepertinya MinHo sudah jatuh cinta dengan Sang Ah. Setiap
kelakuan Sang Ah selalu dia perhatikan. Dari cara berbicara, cara berjalan,
cara makan dan minum, dll.
“MinHo~ssi, besok aku akan kembali ke Seoul...” kata Sang Ah sambil
bersender di bawah pohon besar. MinHo, yang berdiri disamping kiri Sang Ah,
hanya terdiam menatap lurus kedepan.
“MinHo~ssi, kamsahamnida sudah menemaniku sampai sekarang...” kata Sang Ah
sambil memainkan rumput yang ia pegang.
“A-Yo, kita pulang ke rumah...” kata MinHo sambil naik ke sepedanya tanpa
menggubris perkataan Sang Ah.
“Baiklah...” kata Sang Ah sambil duduk di belakang MinHo.
“Sang Ah...” kata MinHo tertahan.
“Waeyo?” tanya Sang Ah heran.
“Aniyo... Pegang pinggangku ya! Aku akan melaju kencang...” kata MinHo
langsung menggowes sepedanya.
“MinHo~ssi...!” kata Sang Ah kesal.
Keesokkan harinya, MinHo pergi ke tempat yang ada stok bensinnya, yang
jaraknya kira-kira 30 km itu. MinHo kesana dengan sepedanya. MinHo berangkat
pagi-pagi sekali karena dia akan sampai rumah lagi pada sore hari. Sambil
menunggu MinHo pulang, Sang Ah dan MinHwa ahjumma membuat makanan untuk MinHo
karena tadi pagi dia belum sarapan. Sang Ah mencoba membuat Japchae (sohun *dangmyeon* yang dicampur dengan berbagai jenis
sayuran dan daging sapi) dan Patsongpyeon (kue yang terbuat dari
adonan tepung beras yang dibentuk menyerupai bulan sabit dan dikukus yang
berisi saus kacang merah). Sedangkan MinHwa ahjumma membuat makanan yang lain.
Akhirnya setelah berjuang keras, Sang Ah berhasil membuat kedua makanan
itu. Hasilnya lumayan bagus karena kata MinHwa ahjumma, rasanya enak. Sambil
menunggu MinHo pulang, Sang Ah berjalan-jalan sendiri mengelilingi desa.
“Besok aku akan pulang...” kata Sang Ah pelan sambil menatap pemandangan
yang ada di depan matanya. “Tapi kenapa ya rasanya aku betah disini... Rasanya
berat meninggalkan desa ini dan meninggalkan MinHo... Oops!” kata Sang Ah
sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. “Paboya, Sang Ah... Kau sudah
punya namjachingu... Bagaimana bisa kau menyukai namja lain?” kata Sang Ah
sambil memukul-mukul pelan kepalanya.
“Sang Ah~ssi, mwohaeyo?” tanya seorang namja yang berdiri dibelakang Sang
Ah. Sang Ah langsung menolehkan kepalanya.
“MinHo~ssi...! Kau sudah kembali... Dapat bensinnya nggak?” tanya Sang Ah.
MinHo hanya menundukkan kepalanya sambil menggelengkan kepalanya. Mengerti
hal itu, Sang Ah langsung menepuk pundak MinHo.
“Gwaencana, MinHo~ssi... Mungkin belum saatnya aku kembali ke Seoul...
A-Yo, kita ke rumahmu! Ada banyak makanan enak lho! Kamu pasti lapar kan?” kata
Sang Ah sambil duduk diboncengan sepeda MinHo. MinHo hanya menganggukkan
kepalanya.
“Ternyata memang belum saatnya aku pulang...” kata Sang Ah dalam hati.
Seminggu kemudian...
“MinHo~ya, belikan ini di pasar ya... Jebal...” kata MinHwa ahjumma sambil
memberikan secarik kertas ke MinHo.
“Ahjumma, bolehkah aku ikut MinHo ke pasar?” tanya Sang Ah. MinHwa ahjumma
hanya menganggukkan kepalanya, mengiyakan permintaan Sang Ah. Maka MinHo dan
Sang Ah pergi ke pasar.
Ternyata pasarnya lumayan jauh. Akhirnya mereka sampai di pasar setelah dua
jam perjalanan. MinHo memarkirkan sepedanya dan mereka langsung masuk kedalam.
Setelah membeli semua yang dibutuhkan, MinHo mengajak Sang Ah makan di kedai
makan dekat pasar.
“Kau mau pesan apa?” tanya MinHo.
“Sundubu jjigae...” kata Sang Ah sambil meluruskan kedua kakinya karena
lelah. Sundubu jjigae adalah sup pedas yang bahan utamanya tahu sutera.
“Ahjumma, kami pesan sundubu jjigae 1 porsi dan maeuntang 1 porsi...” kata MinHo
menatap ahjumma yang menjaga kedai makan itu. Maeuntang adalah sup ikan pedas khas Korea yang direbus dengan saus
gochujang (pasta cabai).
“Ada yang lain?” tanya si ahjumma. MinHo langsung
menolehkan kepalanya ke Sang Ah. Sang Ah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aniya, ahjumma...” kata MinHo.
“Ne, chakkamaneyo...” kata si ahjumma sambil
menaruh kertas pesanan di dapur.
Sambil menunggu pesanan, mereka pun mengobrol satu
sama lain. Sekilas Sang Ah melihat ada telepon di dekat meja kasir. Sang Ah pun
berjalan kearah meja kasir.
“Ahjumma, boleh aku menggunakan telepon ini?” tanya
Sang Ah.
“Ne...”
Sang Ah langsung menekan nomor telepon rumahnya.
Tak lama kemudian teleponnya dijawab.
“Yeoboseyo...” kata Sang Ah.
“Yeoboseyo... Nuguseyo?” tanya seseorang diujung
telepon. MinHo hanya menatap Sang Ah dengan penasaran.
“Eomma... Jeoneun Sang Ah imnida...” kata Sang Ah
dengan senang.
“Sang Ah... Odiekayo?”
“Aku ada di rumah temanku, eomma...” bohong Sang Ah
karena dia tidak ingin eomma-nya khawatir.
“Kenapa nggak ngasih kabar? Eomma khawatir... Eomma
udah nyuruh polisi buat nyari kamu tahu...”
“Ne?? Nan gwaencana, eomma... Tidak perlu lapor
polisi. Eomma, jangan khawatir lagi ya! Seminggu lagi aku akan pulang...”
“Syukurlah... Apa kamu sudah telepon JinKi? Dia
terus menanyaimu...”
“Belum... Nanti akan kutelepon... Udah dulu ya,
eomma... Annyeong...”
“Annyeong, Sang Ah...”
Kemudian, Sang Ah langsung menelpon JinKi.
“Yeoboseyo, oppa... Jeoneun Sang Ah imnida...” kata
Sang Ah saat teleponnya dijawab.
“Chagi~ya... Odiekayo? Nan neomu bogosipeoyo...”
kata JinKi dengan panik.
“Na do, oppa... Aku ada di rumah temanku... Oppa,
nggak usah khawatir... Nan gwaencana...”
“Sepertinya kamu seneng banget tadi pas nelpon...”
kata MinHo saat perjalanan pulang dari kedai makan. Sang ah hanya
tersenyum-senyum.
“Sang Ah~ssi...” kata MinHo membuyarkan pikiran
Sang ah.
“Ne?? Aku menelpon eomma-ku...”
“Pantas saja kau senang... Eomma-mu pasti sangat
khawatir ya...”
“Ne, sangat khawatir...”
“Makanya kalau kesenengan, jangan sampai lupa
diri... Jadinya, kamu nyasar kan di desa ini...” kata MinHo mengejek.
“Ne, ne... Arasseo...” kata Sang Ah cemberut.
“Hahaha...”
Author PoV eNd
Sang Ah PoV
“MinHo~ssi, kau tidak kuliah?” tanyaku saat jalan-jalan
sore dengan MinHo.
“Aniyo... Sudah hampir setahun lebih aku lulus dari
SMA... Mungkin nanti aku akan kuliah...” kata MinHo menatap hamparan bukit
dihadapannya.
“Enak ya tinggal disini... Udaranya segar...
Pemandangannya indah...” kataku sambil merentangkan kedua tanganku.
“Ne... Memang di Seoul seperti apa?”
“Aku hanya bisa melihat gedung-gedung beton
sepanjang jalan. Yah, walaupun semua yang kau perlukan bisa kau dapatkan dengan
mudah disana...”
“Aku ingin ke Seoul...” kata MinHo pelan sambil
menatap wajah Sang Ah.
“Nanti kalau kamu ke Seoul, temui aku ya... Aku
akan mengantarmu jalan-jalan mengelilingi kota Seoul...” kataku sambil menengok
kearah MinHo. “MinHo~ssi, kau dengar aku?” kataku sambil melambaikan tangannya
di depan wajah MinHo.
“Ah... ne... Aku dengar...” kata MinHo salah
tingkah. Aku pun hanya tersenyum.
“Kita pulang, yuk... Sudah hampir malam... Kajja!”
kataku sambil duduk di boncengan sepeda MinHo. Kami pun kembali ke rumahnya MinHo.
Besok adalah hari kepulanganku ke Seoul. Seperti dua
minggu yang lalu, MinHo pergi ke tempat yang menjual stok bensin. Aku dan MinHwa
ahjumma hanya dirumah sambil memasak makanan untuk kami.
Kring... Kring...
Bel sepeda berbunyi, artinya MinHo sudah kembali. Aneh!
MinHo pulang lebih cepat dari yang kemarin. Aku langsung ke depan rumah dan
menemui MinHo.
“Aku dapat bensinnya. Kau bisa pulang besok...”
kata MinHo sambil meletakkan dirigen isi bensin di depan rumah dan MinHo langsung
masuk ke dalam rumah. Aku hanya diam melihat sikap MinHo yang dingin. Saat
makan siang pun, MinHo hanya diam tanpa menatapku. Aku penasaran dengan sikap MinHo
yang tiba-tiba berubah.
“Eomma, aku sudah selesai makan. Aku mau pergi
keluar sebentar...” kata MinHo sambil beranjak dari tempat duduknya dan pergi
keluar rumah.
“Ahjumma, aku juga sudah selesai makan. Aku juga
mau keluar sebentar...” kataku sambil mengikuti MinHo. MinHwa ahjumma hanya
heran melihat kami.
“MinHo~ssi, tunggu aku...” kataku sambil berlari
kecil menyeimbangkan langkahnya ke MinHo. MinHo tak menggubris perkataanku dan
terus melangkah lebih cepat.
“MinHo~ssi, tunggu aku...!” kataku lagi. Tapi MinHo
tetap tidak berhenti.
“MINHO~SSI, WAEYO??? KENAPA KAMU BERSIKAP SEPERTI
INI???!!!” teriakku sambil memegang kedua lututku karena kecapean. Mendengar
hal itu, MinHo pun menghentikan langkahnya.
“WAEYO??? APA KAU MARAH PADAKU??” teriakku lagi. Tapi
MinHo masih terdiam tanpa menoleh kearahku.
“MINHO~SSI, WAEYO??” teriakku lebih kencang. MinHo
langsung membalikkan tubuhnya, berlari kearahku dan langsung memelukku.
“MinHo~ssi...” kataku terkejut.
“Mianhaeyo, Sang Ah... Aku nggak tahu kenapa aku
seperti ini. Aku bingung! Aku ingin kamu terus berada disini tapi aku tahu itu
nggak mungkin. Aku... Aku...... Aku mencintaimu, Sang Ah!” kata MinHo sambil
melepas pelukannya dan menatap wajahku.
“Saranghaeyo, Sang Ah...” kata MinHo dengan lembut.
Mwo??? MinHo mencintaiku??? Aku bingung harus
menjawab apa. Bingung? Tapi kenapa aku harus bingung? Aku kan sudah punya
namjachingu!
“Mianhaeyo, MinHo~ssi... Aku...”
Perkataanku terhenti saat jari telunjuk MinHo
menutup bibirku.
“Aku tahu! Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku
saja. Aku tidak mengharapkan lebih walaupun ingin...”
“Tapi MinHo~ssi....”
“Sudahlah jangan kau bersikap canggung seperti
itu...”
“MinHo~ssi...”
“Emm, tapi aku punya satu permintaan...”
“Mwo?”
“Maukah kau menjadi yeojachingu-ku untuk hari ini
saja? Ah tidak, mungkin untuk malam ini saja...” kata MinHo sambil menatap
wajahku lagi. Aku pun mencerna perkataannya barusan.
“A-Yolah... Besok kan kau akan kembali ke Seoul...
Aku ingin punya kenangan yang indah denganmu...” kata MinHo menatapku dengan puppy eyes-nya. Aigoo... kenapa namja
seperti dia punya tatapan seperti ini?? O.oa
“Ne, baiklah...” kataku sambil tersenyum.
“OkKey kalau begitu... Sekarang kita pulang... Nanti
malam aku akan mengajakmu ke suatu tempat?”
“Memangnya kita mau kemana?” tanyaku penasaran.
“S-E-C-R-E-T... Rahasia... hahaha...” katanya
sambil menggenggam tanganku.
“MinHo~ssi...”
“Jangan panggil aku seperti itu! Panggil aku ‘MinHo
oppa’, okKey?!” katanya sambil mengerlingkan mata.
“OkKey, MinHo oppa...”
Sang Ah PoV eNd
Author PoV
“A-Yo...” kata MinHo sambil menggandeng tangan Sang
Ah sambil berjalan keluar rumah. Sang Ah hanya diam mengikuti langkah MinHo.
“Sepertinya kita nggak pernah lewat jalan ini...”
kata Sang Ah heran.
“Kamu yang nggak pernah lewat... Kalau aku sih
sering...” kata MinHo santai.
“Kita mau kemana sih?”
“Tempat yang paling kusukai didesa ini... Sudah
kamu ikuti aku aja... Pegang tanganku yang erat ya! Biar kamu nggak nyasar...”
“Ne...”
“TA DAH...!!! Kita sudah sampai...” kata MinHo
sambil merentangkan kedua tangannya. Sang Ah langsung menutup mulutnya,
memandang keindahan pemandangan malam yang sangat indah. Cahaya lampu
rumah-rumah yang ada dibawah sana, terlihat seperti bintang-bintang yang jatuh
dan bertaburan di bumi.
“Eotteoke?? Joahaeyo???” tanya MinHo yang berdiri
dibelakang Sang Ah sambil memegang kedua bahu Sang Ah. Sang Ah hanya diam
terpana. MinHo pun tersenyum sambil merangkul leher Sang Ah dengan tangan
kanannya.
“MinHo oppa...” kata Sang Ah terkejut.
“Waeyo, chagi~ya?” kata MinHo dengan lembut.
“Amogeotdo aniya...” kata Sang Ah tersenyum tipis.
“Setiap malam aku selalu pergi ke tempat ini. Aku
selalu menuangkan apa yang kurasa disini. Kadang-kadang aku berbicara sendiri,
menceritakan apa yang telah kulalui setiap harinya. Bahkan saat aku rindu
dengan ayahku, aku pun bisa meneteskan air mataku disini...” kata MinHo sambil
memandang langit malam. Sang Ah hanya terdiam mendengar cerita MinHo.
“Kau tahu, aku tidak pernah mengajak siapapun ke tempat
ini. Jadi kau adalah orang yang pertama... Kau tahu kenapa?” kata MinHo menatap
Sang Ah. Sang Ah hanya menggelengkan kepalanya.
“Karena aku pernah berjanji kalau aku akan membawa
yeojachingu-ku ke tempat ini... Karena malam ini kau adalah yeojachingu-ku,
makanya aku bawa kau kesini... Andai saja bukan hanya malam ini kau menjadi
yeojachingu-ku...” kata MinHo serius. Sang Ah langsung menatap tajam ke MinHo.
“Mianhaeyo, chagi~ya... Aku cuma bercanda kok...
hehehe...” kata MinHo sambil mengacak-acak rambut Sang Ah. “Oh ya, A-Yo kita
bersepeda...” kata MinHo sambil mengeluarkan sepedanya dari balik semak-semak.
“Mwo? Bersepeda malam-malam begini?” kata Sang Ah
kaget. MinHo hanya mengangguk tegas. Sang Ah pun akhirnya mengiyakan. Mereka
pun bersepeda mengelilingi desa.
Keesokkan paginya...
“Kamsahamnida, ahjumma... Karena sudah membantuku
selama ini...” kata Sang Ah sambil memeluk MinHwa ahjumma.
“Cheonmaneyo, Sang Ah...” kata MinHwa ahjumma
sambil melepas pelukan Sang Ah.
“Oh ya, ahjumma... MinHo odieyo??” kata Sang Ah
heran karena daritadi dia tidak melihat MinHo.
“Mollayo... Sepertinya dia sudah keluar rumah
pagi-pagi sekali...”
“Baiklah, ahjumma... Aku pulang dulu ya! Annyeong!”
kata Sang Ah sambil masuk kedalam mobil.
“Ne, hati-hati ya... Annyeong...!” kata MinHwa
ahjumma sambil melambaikan tangannya.
“Apakah MinHo tidak ingin melihatku pergi?” pikir
Sang Ah sambil mengendarai mobilnya.
Ckkitttt....
Sang Ah mengerem mobilnya mendadak karena ada
seseorang yang tiba-tiba berdiri sambil merentangkan kedua tangannya, tidak
jauh di depan mobilnya.
“MinHo oppa?!” kata Sang Ah sambil keluar dari
mobil dan menghampiri MinHo.
“Ne, waeyo?” kata MinHo santai.
“Aish... Kalau tadi aku sampai menabrakmu, eottae?”
kata Sang Ah sambil memukul bahu MinHo.
“Tapi kau tidak menabrakku kan? Hehehe...”
Sang Ah hanya menggembungkan kedua pipinya.
“Sang Ah, jangan ingat-ingat aku lagi ya!” kata
MinHo serius.
“Waeyo, oppa?” kata Sang Ah heran.
“Aniyo, aku hanya bercanda... Serius banget sih?
Hehehe... Semoga kita bisa ketemu lagi...” kata MinHo sambil membelai rambut
Sang Ah dengan lembut.
“Ne... Aku harap begitu... Annyeong, MinHo oppa!”
kata Sang Ah sambil masuk kemobilnya.
“Annyeong, Sang Ah...” kata MinHo disamping mobil
Sang Ah. Mobil Sang Ah pun pergi menjauh meninggalkan MinHo.
“Annyeong, chagi~ya... Aku harap kau bisa menjadi
yeojachingu-ku lagi... Bukan hanya semalam, tapi selamanya...”
-: tHe eNd :-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar