Sabtu, Januari 05, 2013

FanFiction (SHINee) : Love Is Never Flat 2 (Love Temporary)



Title :  Love Is Never Flat 2 (Love Temporary)
Author : LuvDubu | LnY @hnfdn2223
Genre : Family Life & Sweetly Love
Lenght : 2 of 3
Rating : Teenager
Main cast :
> Choi Sang Ah
> Choi MinHo

Support cast :
> Park MinHwa



Let’s reading > > >


Author PoV

Sang Ah melajukan mobilnya mengikuti jalanan yang ia lewati. Sang Ah sangat senang hari ini karena untuk pertama kalinya bisa berjalan-jalan dengan mobil barunya. Mobil AUDI A6 ini adalah hadiah ulangtahun ke-19 dari kedua orangtuanya sebulan yang lalu. Saking senangnya, Sang Ah tidak menyadari bahwa dirinya sudah berada di luar kota Seoul. Perlahan mobilnya mulai memasuki daerah yang sepi dan jauh dari keramaian. Tiba-tiba mobil Sang Ah berjalan tersendat-sendat. Sang Ah pun langsung memarkirkan mobilnya ke bahu jalan dan memeriksa keadaan mobilnya. Karena tidak mengerti tentang mobil, akhirnya Sang Ah keluar dari mobilnya dan mencoba menelepon seseorang. Tapi ternyata handphonenya tidak ada sinyal.

“Aish... Eotteoke?” kata Sang Ah sambil menatap layar handphonenya.

Sang Ah pun hanya bisa berdiri bersandar di depan mobilnya sambil melihat sekeliling. Di kanan dan kiri jalan, terhamparan padi yang mulai menguning. Begitu luas sampai ke ujung penglihatannya.

“Di daerah mana ini? Aku baru tahu kalau ada persawahan seperti ini...” kata Sang Ah terpaku menatap pemandangan yang ada di depan matanya. “Aniyo... Aniyo... Bukan saatnya aku hanya terpesona dengan ini... Aku harus mencari cara agar mobilku bisa berjalan lagi dan aku bisa kembali ke Seoul.... Tapi... Argh...” kata Sang Ah sambil memegang kepalanya.

“Waeyo?”

Mendengar ada bertanya, Sang Ah langsung melihat si pemilik suara itu.

“Waeyo?”

Ternyata yang menegurnya adalah seorang ahjumma berdiri sambil memegang sepedanya dengan banyak sayuran di keranjang sepeda tersebut.

“Mmm... Mianhaeyo, ahjumma... Sepertinya aku menyasar dan mobilku tidak bisa berjalan...” kata Sang Ah dengan sopan.
“Ouwh... Mungkin mobilmu kehabisan bensin...”
“Sepertinya begitu... Apa ahjumma tahu, dimana pom bensin terdekat dari sini?” tanya Sang Ah. Ahjumma terdiam sebentar.
“Di daerah ini tidak ada pom bensin. Di desa sebelah ada pom bensin. Jaraknya sekitar 30 km dari sini. Itupun kalau stoknya masih ada. Terus biasanya dua minggu sekali adanya kalau sang pemilik tempat mau pergi ke kota. Kalau lagi tidak beruntung, adanya sebulan sekali... Dan kebetulan baru kemarin stoknya habis...” kata ahjumma itu menjelaskan. Mendengar perkataan si ahjumma, Sang Ah langsung lemas. Sebegitu parahnyakah desa ini? Sampai-sampai harus mencari bensin ke kota... Nggak mungkin juga dia harus menunggu sampai segitu lamanya...
“Lalu aku harus bagaimana, ahjumma? Apa aku harus menunggu sampai dua minggu disini?” tanya Sang Ah gelisah.
“Kamu bisa kerumahku. Lumayan dekat dari sini...” kata ahjumma itu dengan ramah.
“Mobilku?”
“Ahjumma punya sedikit persediaan bensin dirumah. Mungkin cukup untuk membawa mobilmu ke rumah ahjumma...”

Akhirnya Sang Ah mengiyakan perkataan ahjumma itu.

“Naik saja. Aku akan memboncengimu...”
“Aniyo, ahjumma. Aku saja yang memboncengi ahjumma...”
“Baiklah kalau seperti itu...”

Sang Ah menggowes sepeda sambil memboncengi si ahjumma. Mereka pun saling berkenalan. Ternyata nama ahjumma itu adalah Park MinHwa. Setelah sekitar 20 menit, Sang Ah sampai didepan rumah MinHwa. Rumah MinHwa terbilang rumah yang sederhana dan tradisional. Seperti di daerah Hanok Village. Sang Ah terlihat kelelahan karena dia jarang berolahraga. Sang Ah pun duduk bersandar di salah satu tiang penyangga. Melihat hal itu MinHwa ahjumma langsung pergi kedapur dan membawakan Sang Ah segelas air.

“Minumlah... Aku tahu kamu lelah...”
“Kamsahamnida, ahjumma...” kata Sang Ah sambil memegang gelas itu dan meminum airnya sampai habis. “Oh ya, ahjumma... Apa ahjumma punya telepon?” tanya Sang Ah sambil meletakkan gelas yang sudah kosong disampingnya.
“Di daerah ini jarang ada listrik... Jadi saya tidak punya telepon...” kata ahjumma sambil membawa gelas ke dalam rumah.
“Di Korea yang maju pesat ini, ternyata masih ada daerah yang (mungkin) tidak diperhatikan seperti ini... Pantas saja nggak ada sinyal...” gumam Sang Ah.
“Karena masih dua minggu lagi, kau bisa menginap disini...”
“Jeongmal kamsahamnida, ahjumma... Tapi apakah keluarga ahjumma tidak keberatan kalau aku menginap disini?”
“Aku hanya tinggal berdua dengan anakku... Suamiku bekerja di Seoul... Hanya pulang empat bulan sekali...” kata MinHwa sambil duduk disamping Sang Ah.

Author PoV eNd



Sang Ah PoV

“MinHwa ahjumma ternyata hanya tinggal berdua... Ahjumma ini hebat! Hanya bisa bertemu dengan suaminya empat bulan sekali. Kalau aku mungkin belum tentu bisa seperti itu. Mungkin karena setiap hari aku selalu bertemu dengan JinKi, namjachingu~ku... Oh ya, pasti sekarang JinKi oppa khawatir... Oppa, bogosipeoyo... :3 ” kataku sambil memandang langit malam. Begitu indah, ah tidak, sangat indah sekali langit malam ini. Mungkin karena daerah ini belum banyak polusi. Hoamm... Aku mengantuk! Saatnya tidur...

Kubuka mataku perlahan, membiasakan mataku untuk menerima cahaya matahari pagi ini. Ku hirup udara pagi yang sejuk ini. Ah, menyegarkan! Aku langsung pergi kekamar mandi untuk mandi. Setelah mandi, aku melihat seorang namja berdiri membelakangiku. Namja itu tinggi, rambutnya sedikit acak-acakan namun keren. Nuguya?

“Ahjumma, geu saram nuguseyo?” tanyaku saat MinHwa ahjumma sedang menyiapkan sarapan.
“Itu anakku...” kata MinHwa ahjumma santai.
“Mwo? Kerennya... Ah tidak...! Aku sudah punya JinKi oppa... Sadar Sang Ah...” kataku dalam hati sambil menepuk-nepuk pipiku.
“Waeyo, Sang Ah?” tanya MinHwa ahjumma heran.
“Aniyo, ahjumma... Gwaencana...” kataku sambil tersenyum.


Siang harinya, MinHwa ahjumma menyuruh MinHo untuk menemaniku mengambil mobilku yang masih ku tinggal di pinggir jalan kemarin. MinHo pun memboncengiku dibelakang dengan sepedanya. Sepanjang jalan, aku hanya terdiam sambil memegang sebotol bensin dan hanya menatap sekeliling. Tak ada sepatah kata yang keluar dari namja ini. Setelah sampai disamping mobilku, aku langsung turun dan menuangkan sedikit bensin yang kubawa ke tangkinya. Aku mulai menstarter mobilku. Ya, bisa menyala(?). Kulihat MinHo akan mengayuh kembali sepedanya kearah rumahnya.

“MinHo~ssi... Kenapa kau jalan duluan? Kenapa nggak bareng denganku? Sepedamu bisa ditaruh dibelakang...” kataku sambil melongokkan kepalaku keluar jendela mobil.
“Tidak usah...” kata MinHo tanpa menolehkan kepalanya ke arahku.
“Tapi aku belum hapal jalan kerumahmu. Kalau aku menyasar, eottae?”
“Kau ikuti saja aku dari belakang...” katanya sambil mengayuh sepedanya. Aku pun mengikutinya dari belakang.


Hampir seminggu, aku di rumah MinHwa ahjumma. Apa kabarnya eomma sama appa ya? Apa kabarnya JinKi oppa dan JiHye?

“Nan neomu bogosipeoyo...” kataku pelan sambil menghela nafas panjang.

Siang ini, aku hanya sendirian di rumah. Barusan MinHwa ahjumma pergi dengan ahjumma sebelah rumah. Katanya ahjumma akan pulang agak malam. Trus si MinHo udah pergi dari pagi tadi. Aku bingung mau melakukan apa. Ah, mungkin aku bisa membersihkan rumah MinHwa ahjumma. Selama ini kan aku hanya berdiam diri saja. Aku pun mulai membersihkan ruangan demi ruangan rumah MinHwa ahjumma. Mungkin karena memang rumahnya sudah bersih, jadi aku hanya membersihkan apa yang menurutku masih kurang bersih.

Tes... tes... tes...

Terdengar bunyi rintik hujan mulai membasahi bumi. Aku ingat kalau banyak pakaian yang dijemur di halaman rumah. Aku langsung mengangkat semua pakaian itu dan menaruhnya diatas kursi di ruang tamu. Aku juga mengangkat beberapa bahan pangan yan  dijemur dan menaruhnya di teras rumah yang tidak akan kena air hujan. Setelah itu, aku pergi ke dapur untuk mengambil air minum.

Jjjgerrr!!!

“Aaaaa.....!!!”

Aku berteriak nyaring sambil duduk jongkok di dapur dengan menutup kedua telingaku saat suara petir besar terdengar. Aku hanya terdiam terpaku tanpa bergerak sedikitpun. Aku tidak bisa melihat lebih jauh karena gelap. Jujur, aku takut dengan suara petir dan ruangan yang gelap. Biasanya kalau seperti ini eomma-ku ataupun JinKi oppa akan langsung mendekapku untuk meredakan rasa takutku ini. Tapi sekarang, eotteoke??? Tolong aku... T.T

Sang Ah PoV eNd



MinHo PoV

“Aish, hujan kali ini besar juga. Hampir saja aku basah kuyup...” kataku mulai memasuki rumah.

Aaaaa.....!!!

Aku langsung terkejut mendengar teriakan itu. Sepertinya dari arah dapur. Aku langsung mengambil lampu minyak dan berjalan menuju dapur. Aku melihat seseorang duduk di lantai dapur sambil menutupi telinga. Pasti itu Sang Ah!

“Neoneun waeyo?” kataku sambil menghampiri yeoja itu.

Tanpa menjawab pertanyaanku, yeoja ini langsung memelukku dengan erat. Tubuhnya gemetaran, sepertinya dia sedang ketakutan. Ingin aku melepas pelukannya ini, tapi entah kenapa aku merasa nyaman saat dekat dengan yeoja ini.

“Sudahlah... Uljimayo!” kataku sambil mengelus rambut yeoja ini. Begitu lembut!
“A...a..ku.. ta.. kut...” kata Sang Ah terbata-bata.
“Tenang saja! Ada aku yang menemanimu disini...” kataku pelan. Oops!! Bagaimana aku bisa mengatakan hal seperti itu?

“Sang Ah~ssi, sepertinya hujannya sudah agak reda...” kataku sambil melihat kearah luar.

Sang Ah tidak menjawab pertanyaanku! Saat kulihat, ternyata dia tertidur. Aigoo, sepertinya sangat lelap. Aku pun langsung membopong tubuhnya ke kamarku yang sekarang jadi kamar sementaranya. Kuletakkan tubuhnya di atas kasur dan kuletakkan selimut di atas tubuhnya. Aku duduk disampingnya. Ku pandangi wajahnya dari dekat. Ku pandangi lekuk matanya, hidungnya dan bibirnya. Yeoja yang manis! Hoaamm... Aku mulai mengantuk. Ku rebahkan kepalaku diatas telapak tangan kiri Sang Ah dan tidur!


Perlahan kubuka mataku. Ku lihat sekeliling. Ternyata aku ada di kamarku. Aku pun mencoba mengingat apa yang terjadi. Aku berjalan keluar dari kamar dan mencari Sang Ah. Ternyata yeoja itu sedang duduk diteras rumah. Aku langsung duduk di sebelahnya. Menyadari keberadaanku, Sang Ah tersenyum padaku.

“Kamsahamnida...” katanya dengan tulus.

Aku hanya menganggukkan kepalaku. Sepertinya yeoja ini sudah baik-baik saja. Cukup lama kami berdua duduk terdiam sambil menikmati cahaya matahari sore yang terbenam.

“MinHo~ssi, orang-orang itu mau kemana? Kok sepertinya menarik ya?” kata Sang Ah sambil menunjuk orang-orang yang lewat di depan rumahku.
“Mereka ingin datang ke festival yang ada di tengah desa...” kataku sambil membalas lambaian tangan orang-orang yang lewat itu.
“Festival apa?” tanya Sang Ah.
“Aku nggak tahu nama persisnya apa. Ada yang bilang festival tani untuk merayakan hari panen, ada yang bilang festival seni karena banyak hasil karya seni yang dijual. Festival ini hanya ada sekali setahun...” kataku menjelaskan. Sang Ah hanya membulatkan bibirnya tanda mengerti.
“Aku ingin melihat festival itu...” kata Sang Ah pelan.
“A-Yo, aku juga ingin datang ke festival itu. Soalnya tahun kemarin aku nggak sempat datang karena sakit...”

Setelah menempelkan pesan untuk eomma-ku di depan pintu, aku dan Sang Ah pergi ke Festival dengan naik sepedaku. Ternyata festival tahun ini sangat meriah daripada tahun-tahun kemarin. Kami pun berjalan-jalan menghampiri satu penjual ke penjual lainnya. Tidak semuanya kami beli, hanya barang-barang atau makanan yang kami suka saja. Tidak terasa sudah tiga jam kami berada disini. Kami pun memutuskan untuk pulang.

Sesampainya didepan rumah, aku melihat eomma-ku sedang duduk diteras rumah sambil memilah bahan pangan. Aku langsung menghampiri eomma-ku.

“Eomma, aku pulang!” kataku sambil duduk disamping eomma-ku.
“Wah,, kamu sama Sang Ah sudah pulang dari festival. Bagaimana festivalnya? Tambah seru nggak?” tanya eomma-ku sambil menatap kami berdua.
“Sangat menyenangkan! Banyak hal-hal yang menarik...” kata Sang Ah dengan semangat.
“Baguslah kalau seperti itu. Oh ya kalian cepat tidur! Ini sudah larut malam...” perintah eomma.
“Ne...” kata kami berdua dan masuk kedalam rumah.

MinHo PoV eNd



Author PoV

Sejak hari itu, Sang Ah dan MinHo menjadi akrab. Setiap sore, mereka berjalan-jalan mengelilingi desa dengan naik sepeda. MinHo memboncengi Sang Ah dengan senang hati. Sepertinya MinHo sudah jatuh cinta dengan Sang Ah. Setiap kelakuan Sang Ah selalu dia perhatikan. Dari cara berbicara, cara berjalan, cara makan dan minum, dll.

“MinHo~ssi, besok aku akan kembali ke Seoul...” kata Sang Ah sambil bersender di bawah pohon besar. MinHo, yang berdiri disamping kiri Sang Ah, hanya terdiam menatap lurus kedepan.
“MinHo~ssi, kamsahamnida sudah menemaniku sampai sekarang...” kata Sang Ah sambil memainkan rumput yang ia pegang.
“A-Yo, kita pulang ke rumah...” kata MinHo sambil naik ke sepedanya tanpa menggubris perkataan Sang Ah.
“Baiklah...” kata Sang Ah sambil duduk di belakang MinHo.
“Sang Ah...” kata MinHo tertahan.
“Waeyo?” tanya Sang Ah heran.
“Aniyo... Pegang pinggangku ya! Aku akan melaju kencang...” kata MinHo langsung menggowes sepedanya.
“MinHo~ssi...!” kata Sang Ah kesal.


Keesokkan harinya, MinHo pergi ke tempat yang ada stok bensinnya, yang jaraknya kira-kira 30 km itu. MinHo kesana dengan sepedanya. MinHo berangkat pagi-pagi sekali karena dia akan sampai rumah lagi pada sore hari. Sambil menunggu MinHo pulang, Sang Ah dan MinHwa ahjumma membuat makanan untuk MinHo karena tadi pagi dia belum sarapan. Sang Ah mencoba membuat Japchae (sohun *dangmyeon* yang dicampur dengan berbagai jenis sayuran dan daging sapi) dan Patsongpyeon (kue yang terbuat dari adonan tepung beras yang dibentuk menyerupai bulan sabit dan dikukus yang berisi saus kacang merah). Sedangkan MinHwa ahjumma membuat makanan yang lain.

Akhirnya setelah berjuang keras, Sang Ah berhasil membuat kedua makanan itu. Hasilnya lumayan bagus karena kata MinHwa ahjumma, rasanya enak. Sambil menunggu MinHo pulang, Sang Ah berjalan-jalan sendiri mengelilingi desa.

“Besok aku akan pulang...” kata Sang Ah pelan sambil menatap pemandangan yang ada di depan matanya. “Tapi kenapa ya rasanya aku betah disini... Rasanya berat meninggalkan desa ini dan meninggalkan MinHo... Oops!” kata Sang Ah sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. “Paboya, Sang Ah... Kau sudah punya namjachingu... Bagaimana bisa kau menyukai namja lain?” kata Sang Ah sambil memukul-mukul pelan kepalanya.
“Sang Ah~ssi, mwohaeyo?” tanya seorang namja yang berdiri dibelakang Sang Ah. Sang Ah langsung menolehkan kepalanya.
“MinHo~ssi...! Kau sudah kembali... Dapat bensinnya nggak?” tanya Sang Ah.

MinHo hanya menundukkan kepalanya sambil menggelengkan kepalanya. Mengerti hal itu, Sang Ah langsung menepuk pundak MinHo.

“Gwaencana, MinHo~ssi... Mungkin belum saatnya aku kembali ke Seoul... A-Yo, kita ke rumahmu! Ada banyak makanan enak lho! Kamu pasti lapar kan?” kata Sang Ah sambil duduk diboncengan sepeda MinHo. MinHo hanya menganggukkan kepalanya.
“Ternyata memang belum saatnya aku pulang...” kata Sang Ah dalam hati.


Seminggu kemudian...

“MinHo~ya, belikan ini di pasar ya... Jebal...” kata MinHwa ahjumma sambil memberikan secarik kertas ke MinHo.
“Ahjumma, bolehkah aku ikut MinHo ke pasar?” tanya Sang Ah. MinHwa ahjumma hanya menganggukkan kepalanya, mengiyakan permintaan Sang Ah. Maka MinHo dan Sang Ah pergi ke pasar.

Ternyata pasarnya lumayan jauh. Akhirnya mereka sampai di pasar setelah dua jam perjalanan. MinHo memarkirkan sepedanya dan mereka langsung masuk kedalam. Setelah membeli semua yang dibutuhkan, MinHo mengajak Sang Ah makan di kedai makan dekat pasar.

“Kau mau pesan apa?” tanya MinHo.
“Sundubu jjigae...” kata Sang Ah sambil meluruskan kedua kakinya karena lelah. Sundubu jjigae adalah sup pedas yang bahan utamanya tahu sutera.
“Ahjumma, kami pesan sundubu jjigae 1 porsi dan maeuntang 1 porsi...” kata MinHo menatap ahjumma yang menjaga kedai makan itu. Maeuntang adalah sup ikan pedas khas Korea yang direbus dengan saus gochujang (pasta cabai).
“Ada yang lain?” tanya si ahjumma. MinHo langsung menolehkan kepalanya ke Sang Ah. Sang Ah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aniya, ahjumma...” kata MinHo.
“Ne, chakkamaneyo...” kata si ahjumma sambil menaruh kertas pesanan di dapur.

Sambil menunggu pesanan, mereka pun mengobrol satu sama lain. Sekilas Sang Ah melihat ada telepon di dekat meja kasir. Sang Ah pun berjalan kearah meja kasir.

“Ahjumma, boleh aku menggunakan telepon ini?” tanya Sang Ah.
“Ne...”

Sang Ah langsung menekan nomor telepon rumahnya. Tak lama kemudian teleponnya dijawab.

“Yeoboseyo...” kata Sang Ah.
“Yeoboseyo... Nuguseyo?” tanya seseorang diujung telepon. MinHo hanya menatap Sang Ah dengan penasaran.
“Eomma... Jeoneun Sang Ah imnida...” kata Sang Ah dengan senang.
“Sang Ah... Odiekayo?”
“Aku ada di rumah temanku, eomma...” bohong Sang Ah karena dia tidak ingin eomma-nya khawatir.
“Kenapa nggak ngasih kabar? Eomma khawatir... Eomma udah nyuruh polisi buat nyari kamu tahu...”
“Ne?? Nan gwaencana, eomma... Tidak perlu lapor polisi. Eomma, jangan khawatir lagi ya! Seminggu lagi aku akan pulang...”
“Syukurlah... Apa kamu sudah telepon JinKi? Dia terus menanyaimu...”
“Belum... Nanti akan kutelepon... Udah dulu ya, eomma... Annyeong...”
“Annyeong, Sang Ah...”

Kemudian, Sang Ah langsung menelpon JinKi.

“Yeoboseyo, oppa... Jeoneun Sang Ah imnida...” kata Sang Ah saat teleponnya dijawab.
“Chagi~ya... Odiekayo? Nan neomu bogosipeoyo...” kata JinKi dengan panik.
“Na do, oppa... Aku ada di rumah temanku... Oppa, nggak usah khawatir... Nan gwaencana...”


“Sepertinya kamu seneng banget tadi pas nelpon...” kata MinHo saat perjalanan pulang dari kedai makan. Sang ah hanya tersenyum-senyum.
“Sang Ah~ssi...” kata MinHo membuyarkan pikiran Sang ah.
“Ne?? Aku menelpon eomma-ku...”
“Pantas saja kau senang... Eomma-mu pasti sangat khawatir ya...”
“Ne, sangat khawatir...”
“Makanya kalau kesenengan, jangan sampai lupa diri... Jadinya, kamu nyasar kan di desa ini...” kata MinHo mengejek.
“Ne, ne... Arasseo...” kata Sang Ah cemberut.
“Hahaha...”

Author PoV eNd



Sang Ah PoV

“MinHo~ssi, kau tidak kuliah?” tanyaku saat jalan-jalan sore dengan MinHo.
“Aniyo... Sudah hampir setahun lebih aku lulus dari SMA... Mungkin nanti aku akan kuliah...” kata MinHo menatap hamparan bukit dihadapannya.
“Enak ya tinggal disini... Udaranya segar... Pemandangannya indah...” kataku sambil merentangkan kedua tanganku.
“Ne... Memang di Seoul seperti apa?”
“Aku hanya bisa melihat gedung-gedung beton sepanjang jalan. Yah, walaupun semua yang kau perlukan bisa kau dapatkan dengan mudah disana...”
“Aku ingin ke Seoul...” kata MinHo pelan sambil menatap wajah Sang Ah.
“Nanti kalau kamu ke Seoul, temui aku ya... Aku akan mengantarmu jalan-jalan mengelilingi kota Seoul...” kataku sambil menengok kearah MinHo. “MinHo~ssi, kau dengar aku?” kataku sambil melambaikan tangannya di depan wajah MinHo.
“Ah... ne... Aku dengar...” kata MinHo salah tingkah. Aku pun hanya tersenyum.
“Kita pulang, yuk... Sudah hampir malam... Kajja!” kataku sambil duduk di boncengan sepeda MinHo. Kami pun kembali ke rumahnya MinHo.


Besok adalah hari kepulanganku ke Seoul. Seperti dua minggu yang lalu, MinHo pergi ke tempat yang menjual stok bensin. Aku dan MinHwa ahjumma hanya dirumah sambil memasak makanan untuk kami.

Kring... Kring...

Bel sepeda berbunyi, artinya MinHo sudah kembali. Aneh! MinHo pulang lebih cepat dari yang kemarin. Aku langsung ke depan rumah dan menemui MinHo.

“Aku dapat bensinnya. Kau bisa pulang besok...” kata MinHo sambil meletakkan dirigen isi bensin di depan rumah dan MinHo langsung masuk ke dalam rumah. Aku hanya diam melihat sikap MinHo yang dingin. Saat makan siang pun, MinHo hanya diam tanpa menatapku. Aku penasaran dengan sikap MinHo yang tiba-tiba berubah.
“Eomma, aku sudah selesai makan. Aku mau pergi keluar sebentar...” kata MinHo sambil beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar rumah.
“Ahjumma, aku juga sudah selesai makan. Aku juga mau keluar sebentar...” kataku sambil mengikuti MinHo. MinHwa ahjumma hanya heran melihat kami.

“MinHo~ssi, tunggu aku...” kataku sambil berlari kecil menyeimbangkan langkahnya ke MinHo. MinHo tak menggubris perkataanku dan terus melangkah lebih cepat.
“MinHo~ssi, tunggu aku...!” kataku lagi. Tapi MinHo tetap tidak berhenti.
“MINHO~SSI, WAEYO??? KENAPA KAMU BERSIKAP SEPERTI INI???!!!” teriakku sambil memegang kedua lututku karena kecapean. Mendengar hal itu, MinHo pun menghentikan langkahnya.
“WAEYO??? APA KAU MARAH PADAKU??” teriakku lagi. Tapi MinHo masih terdiam tanpa menoleh kearahku.
“MINHO~SSI, WAEYO??” teriakku lebih kencang. MinHo langsung membalikkan tubuhnya, berlari kearahku dan langsung memelukku.
“MinHo~ssi...” kataku terkejut.
“Mianhaeyo, Sang Ah... Aku nggak tahu kenapa aku seperti ini. Aku bingung! Aku ingin kamu terus berada disini tapi aku tahu itu nggak mungkin. Aku... Aku...... Aku mencintaimu, Sang Ah!” kata MinHo sambil melepas pelukannya dan menatap wajahku.
“Saranghaeyo, Sang Ah...” kata MinHo dengan lembut.

Mwo??? MinHo mencintaiku??? Aku bingung harus menjawab apa. Bingung? Tapi kenapa aku harus bingung? Aku kan sudah punya namjachingu!

“Mianhaeyo, MinHo~ssi... Aku...”

Perkataanku terhenti saat jari telunjuk MinHo menutup bibirku.

“Aku tahu! Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja. Aku tidak mengharapkan lebih walaupun ingin...”
“Tapi MinHo~ssi....”
“Sudahlah jangan kau bersikap canggung seperti itu...”
“MinHo~ssi...”
“Emm, tapi aku punya satu permintaan...”
“Mwo?”
“Maukah kau menjadi yeojachingu-ku untuk hari ini saja? Ah tidak, mungkin untuk malam ini saja...” kata MinHo sambil menatap wajahku lagi. Aku pun mencerna perkataannya barusan.
“A-Yolah... Besok kan kau akan kembali ke Seoul... Aku ingin punya kenangan yang indah denganmu...” kata MinHo menatapku dengan puppy eyes-nya. Aigoo... kenapa namja seperti dia punya tatapan seperti ini?? O.oa
“Ne, baiklah...” kataku sambil tersenyum.
“OkKey kalau begitu... Sekarang kita pulang... Nanti malam aku akan mengajakmu ke suatu tempat?”
“Memangnya kita mau kemana?” tanyaku penasaran.
“S-E-C-R-E-T... Rahasia... hahaha...” katanya sambil menggenggam tanganku.
“MinHo~ssi...”
“Jangan panggil aku seperti itu! Panggil aku ‘MinHo oppa’, okKey?!” katanya sambil mengerlingkan mata.
“OkKey, MinHo oppa...”

Sang Ah PoV eNd



Author PoV

“A-Yo...” kata MinHo sambil menggandeng tangan Sang Ah sambil berjalan keluar rumah. Sang Ah hanya diam mengikuti langkah MinHo.
“Sepertinya kita nggak pernah lewat jalan ini...” kata Sang Ah heran.
“Kamu yang nggak pernah lewat... Kalau aku sih sering...” kata MinHo santai.
“Kita mau kemana sih?”
“Tempat yang paling kusukai didesa ini... Sudah kamu ikuti aku aja... Pegang tanganku yang erat ya! Biar kamu nggak nyasar...”
“Ne...”

“TA DAH...!!! Kita sudah sampai...” kata MinHo sambil merentangkan kedua tangannya. Sang Ah langsung menutup mulutnya, memandang keindahan pemandangan malam yang sangat indah. Cahaya lampu rumah-rumah yang ada dibawah sana, terlihat seperti bintang-bintang yang jatuh dan bertaburan di bumi.
“Eotteoke?? Joahaeyo???” tanya MinHo yang berdiri dibelakang Sang Ah sambil memegang kedua bahu Sang Ah. Sang Ah hanya diam terpana. MinHo pun tersenyum sambil merangkul leher Sang Ah dengan tangan kanannya.
“MinHo oppa...” kata Sang Ah terkejut.
“Waeyo, chagi~ya?” kata MinHo dengan lembut.
“Amogeotdo aniya...” kata Sang Ah tersenyum tipis.
“Setiap malam aku selalu pergi ke tempat ini. Aku selalu menuangkan apa yang kurasa disini. Kadang-kadang aku berbicara sendiri, menceritakan apa yang telah kulalui setiap harinya. Bahkan saat aku rindu dengan ayahku, aku pun bisa meneteskan air mataku disini...” kata MinHo sambil memandang langit malam. Sang Ah hanya terdiam mendengar cerita MinHo.
“Kau tahu, aku tidak pernah mengajak siapapun ke tempat ini. Jadi kau adalah orang yang pertama... Kau tahu kenapa?” kata MinHo menatap Sang Ah. Sang Ah hanya menggelengkan kepalanya.
“Karena aku pernah berjanji kalau aku akan membawa yeojachingu-ku ke tempat ini... Karena malam ini kau adalah yeojachingu-ku, makanya aku bawa kau kesini... Andai saja bukan hanya malam ini kau menjadi yeojachingu-ku...” kata MinHo serius. Sang Ah langsung menatap tajam ke MinHo.
“Mianhaeyo, chagi~ya... Aku cuma bercanda kok... hehehe...” kata MinHo sambil mengacak-acak rambut Sang Ah. “Oh ya, A-Yo kita bersepeda...” kata MinHo sambil mengeluarkan sepedanya dari balik semak-semak.
“Mwo? Bersepeda malam-malam begini?” kata Sang Ah kaget. MinHo hanya mengangguk tegas. Sang Ah pun akhirnya mengiyakan. Mereka pun bersepeda mengelilingi desa.


Keesokkan paginya...

“Kamsahamnida, ahjumma... Karena sudah membantuku selama ini...” kata Sang Ah sambil memeluk MinHwa ahjumma.
“Cheonmaneyo, Sang Ah...” kata MinHwa ahjumma sambil melepas pelukan Sang Ah.
“Oh ya, ahjumma... MinHo odieyo??” kata Sang Ah heran karena daritadi dia tidak melihat MinHo.
“Mollayo... Sepertinya dia sudah keluar rumah pagi-pagi sekali...”
“Baiklah, ahjumma... Aku pulang dulu ya! Annyeong!” kata Sang Ah sambil masuk kedalam mobil.
“Ne, hati-hati ya... Annyeong...!” kata MinHwa ahjumma sambil melambaikan tangannya.
“Apakah MinHo tidak ingin melihatku pergi?” pikir Sang Ah sambil mengendarai mobilnya.


Ckkitttt....

Sang Ah mengerem mobilnya mendadak karena ada seseorang yang tiba-tiba berdiri sambil merentangkan kedua tangannya, tidak jauh di depan mobilnya.

“MinHo oppa?!” kata Sang Ah sambil keluar dari mobil dan menghampiri MinHo.
“Ne, waeyo?” kata MinHo santai.
“Aish... Kalau tadi aku sampai menabrakmu, eottae?” kata Sang Ah sambil memukul bahu MinHo.
“Tapi kau tidak menabrakku kan? Hehehe...”

Sang Ah hanya menggembungkan kedua pipinya.

“Sang Ah, jangan ingat-ingat aku lagi ya!” kata MinHo serius.
“Waeyo, oppa?” kata Sang Ah heran.
“Aniyo, aku hanya bercanda... Serius banget sih? Hehehe... Semoga kita bisa ketemu lagi...” kata MinHo sambil membelai rambut Sang Ah dengan lembut.
“Ne... Aku harap begitu... Annyeong, MinHo oppa!” kata Sang Ah sambil masuk kemobilnya.
“Annyeong, Sang Ah...” kata MinHo disamping mobil Sang Ah. Mobil Sang Ah pun pergi menjauh meninggalkan MinHo.

“Annyeong, chagi~ya... Aku harap kau bisa menjadi yeojachingu-ku lagi... Bukan hanya semalam, tapi selamanya...”

-: tHe eNd :-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar