Sabtu, Desember 05, 2009

Cerpen : Cintaku = Semangkuk Bakso + Es Jeruk?

* Cintaku = Semangkuk Bakso + Es Jeruk? *
“Dek, udah nyampe Jakarta nih! Mau turun dimana?” tanya supir truk sambil membangunkan aku dari tidur.
“Emangnya udah nyampe Jakarta ya, Mas?” kataku sambil menguap.
“Ya, Dek! Mau turun dimana?” tanya supir truk lagi.
“Yaudah! Aku turun neng kene wae, Mas! Matur nuwun yo, Mas!” kataku dengan logat Jawa yang artinya ‘Aku turun disini aja, Mas! Terima kasih ya, Mas!’.
“Iyo, sami-sami!”
Akhirnya aku sampai juga di kota Jakarta. Ternyata Jakarta beda sekali dengan kampung halamanku. Disini banyak gedung-gedung yang menjulang tinggi, kendaraan pribadi dan orang-orang yang hilir mudik kesana-kemari. Suasananya beda sekali dengan kampungku. Kalo di kampungku hanya ada sawah yang
membentang luas dan sungai jernih yang penuh dengan bebatuan. Tapi, menurut ku sih lebih bagus di kampung daripada di Jakarta. Soalnya disini panas banget dan penuh dengan asap. Huuh! Oh ya, aku lupa! Aku kan harus nyari tempat tinggal kakakku nih! Dimana ya?
“Maaf, Dek! Saya mau nanya! Kalian tau nggak daerah ini?” kataku sambil menyondorkan secarik kertas yang bertuliskan alamat kakakku kepada segerombolan pasukan putih abu-abu yang sedang nongkrong di halte bis.
“DISANA !!!” kata mereka sambil menunjuk kearah yang berbeda-beda.
“Lho kok, beda-beda sih? Jadi yang bener kearah mana tho?” kataku sambil menggaruk kepalaku.
“NGGAK TAAUU !!!” kata mereka sambil naik ke dalam bis yang berhenti di depan halte bis. Hah?! Kalo nggak tahu kenapa nggak bilang dari tadi? Yaudah nanya ke bapak yang lagi duduk sambil baca koran aja deh.
“Maaf, Pak! Saya mau nanya! Bapak tau nggak daerah ini?” kataku sambil menyondorkan secarik kertas yang bertuliskan alamat kakakku yang tadi.
“Oh, kalo mau ke daerah ini, kamu harus naek bis dulu yang ke arah sana. Trus turun di deket terminal lalu tanya lagi ke orang-orang yang ada di sana. Udah deket kok dari sana!” kata bapak menjelaskan sambil mengarahkan tangannya kesana kemari.
Aku pun hanya mengangguk. Bukan tanda mengerti tapi tanda bingung. Tapi ya sudahlah akan ku coba. Aku pun mengucapkan terima kasih dan langsung naik bis yang diberitahukan oleh bapak tersebut.
Setelah turun dari bis, aku langsung bertanya lagi. Sudah kesana kemari menanyakan alamat kakakku, akhirnya sampailah aku di rumah kakakku.
Tok… tok… tok…
“Assalammualaikum !!!” kataku sambil mengetuk pintu.
“Waalaikumsalam” kata kakakku dari dalam rumah sambil membuka pintu. “Oh kamu tho, ayo masuk! Gimana perjalanannya? Nyaman nggak?” lanjut kakakku. Setelah masuk, aku pun langsung menceritakan perjalananku dari kampung sampai ke Jakarta.
* * * * *
Ternyata hari sudah pagi, aku langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Habis membersihkan diri, aku langsung mengenakan kaus oblong dan celana pendek.
“Wah, rajin benar kamu! Pagi-pagi gini udah bangun. Mmm… udah mandi lagi! Mau kemana?” kata kakakku yang lagi duduk di teras rumah.
“Nggak kemana-mana kok! Udah biasa kalo kayak gini, Mas! Oh ya, kapan aku didaftarin kuliah?” tanyaku sambil duduk disamping kakak.
“Ya, tapi minggu depan aja. Lagian kamu juga baru nyampe kemaren kan. Nyantai aja lah! Mas juga udah nyariin tempat kuliah yang bagus buat kamu! Deket lagi dari rumah kita. Jadi nyantai aja!” kata kakakku sambil membaca koran.
“Ya udah deh, Mas! Aku sih nurut aja!” kataku sambil melihat-lihat daerah sekitar rumah kakak.
* * * * *
Tak terasa seminggu berlalu dengan cepat. Akhirnya aku mau daftar di tempat kuliah yang dijanjikan oleh kakakku. Seperti biasa, aku bangun pagi, langsung mandi lalu berpakaian (yang menurutku) rapi.
“Wah ternyata kamu udah rapi, ya! Yaudah kita berangkatnya nanti jam 10. Soalnya kalo kita berangkat sekarang, pasti belum buka. Sekarang kita sarapan dulu, ok!” kata kakakku sambil mematikan kompor.
“Yaudah deh, Mas! Makan kan lebih penting. Buat nambah energi! Hehehe...” kataku sambil memegang perutku yang sudah mulai lapar.
Akhirnya sudah jam 10 teng-teng, saatnya untuk berangkat ke tempat kuliah. Aku dan kakakku bersiap-siap untuk pergi. Sesampainya di tempat kuliah, kakakku langsung mendaftarkanku di panitia penerimaan mahasiswa baru. Sesudah mengurus semuanya, (kata kakakku) aku disuruh dateng ke tempat kuliah itu tiga hari lagi karena akan di adakan OSPEK.
* * * * *
Masa OSPEK telah tiba!
Ternyata banyak banget yang mengikuti OSPEK ini. Kira-kira lebih dari 1 orang! Semuanya memakai baju putih abu-abu sama seperti aku.
“Baris semuanya! Buat barisan dua puluh lima orang ke belakang. Cepat!” kata kakak panitia OSPEK dengan suara yang lantang. Semuanya pun baris sesuai yang di perintahkan.
“Barisan yang kalian buat merupakan bagian untuk membentuk kelompok kalian. Maksudnya satu barisan ini kebelakang sana adalah satu kelompok. Setiap kelompok akan didampingi oleh tiga orang panitia. Mengerti??!” kata kakak panitia itu lagi.
Mataku tertuju pada seorang gadis yang sedang bercanda dengan teman-temannya. Sepertinya gadis itu panitia juga deh, pikirku. Gadis itu sungguh menarik, manis dan cantik. Mirip Dian Sastro yang maen film AADC mungkin.
Wooww…
Entah ini kebetulan atau tak disengaja, ternyata gadis itu adalah salah satu dari tiga kakak panitia yang dipilih untuk memimpin di kelompokku. Asyik mungkin aku bisa mengenalnya lebih jauh, kataku dalam hati. Masa OSPEK dilaksanakan sampai enam hari. Selama enam hari itu aku selalu bersama Sari. Sari itu adalah kakak yang sedang aku taksir itu. Tak ku sangka dia bisa menebak isi hatiku dan dia pun suka padaku. Akhirnya kami berpacaran.
Awal berpacaran dengannya sangat menyenangkan. Bagaikan Romeo dan Juliet. Tapi lama kelamaan sikapnya berubah dan semakin acuh padaku. Aku sendiri tak tahu kenapa dia bisa seperti itu. Padahal selama berpacaran, aku nggak pernah buat dia sedih atau nyakitin dia.
Kira-kira tiga minggu aku berpacaran dengannya, dia memutuskan aku dengan alasan yang menurutku tidak masuk akal. Katanya dia memutuskanku karena aku terlalu baik untuknya. Jadi, dia nggak bisa terus-terusan denganku. Takut nyakitin hatiku. Aneh kan?!
Saat itu aku langsung patah hati. Orang yang aku cintai meninggalkan aku begitu saja. Aku sempat merasa hancur dan rapuh. Tapi aku mencoba tegar dan menjalani hariku dengan semangat baru. Hari diganti minggu, minggu diganti bulan, bulan diganti tahun. Tanpa ku sadari, ternyata dua tahun telah berlalu. Aku pun sudah tak memikirkan kejadian itu lagi. Sampai akhirnya…
“Sukha, loe di cariin sama cewek tuh di depan perpustakaan” kata temanku.
“Siapa?” kataku heran.
“Nggak tahu. Gue nggak kenal! Udah samperin aja. Jarang-jarang kan loe dicariin sama cewek?”
“Oh, yaudah! Aku ke perpustakaan dulu ya!”
Aku pun langsung pergi ke perpustakaan. Aku mencari cewek yang mencari-cari ku tadi. Ternyata cewek tersebut adalah Sari! Aku heran kenapa dia mencariku?
“Sukha, sini deh. Gue mau ngomong sama loe!” kata Sari memanggilku.
“Ada apa, Sari? Tumben nyariin aku” kataku penasaran.
“Gue hanya mau minta maaf sama loe. Loe inget kan dulu gue pernah pacaran sama loe. Sebenarnya gue pacaran sama loe karena... TARUHAN!”
“Apa? TARUHAN?!”
“Ya! Temen-temen gue ngajakin taruhan. ‘Siapa yang bisa jadian sama Sukha, bakalan di traktir semangkok bakso plus segelas es jeruk’. Karena buat seru-seruan aja, gue langsung ngedeketin loe karena kayaknya loe itu suka sama gue. Yaudah saat loe menyatakan cinta ke gue, gue langsung terima loe deh!” kata Sari menjelaskan.
Aku hanya menatapnya tidak percaya karena bisa-bisanya dia menukar cintaku yang tulus hanya dengan semangkuk bakso dan segelas es jeruk. Ya Tuhan, apa dosa hamba?
“Soalnya waktu itu, kayaknya loe tuh polos banget. Udah kurus, tinggi, item lagi. Jadi gue minta maaf ya?” kata Sari lanjut.
“Iya deh. Lagian juga aku udah nggak mempermasalahkan lagi kok” kataku dengan bijak.
“Thank’s ya! Gue Cuma pengen ngomong gitu doang kok! Daag!” kata Sari sambil pergi meninggalkan aku yang masih heran dengan kata-katanya yang barusan dilontarkan dari mulutnya. But it’s REAL!

2 komentar:

  1. wahhh han .... seru jg tuh tulisan,,, tp msih bingung aja tuh ama judulnya hahaha

    BalasHapus